Ziarah Kubur


Pengertian Ziarah
Ziarah berasa dari bahasa Arab yaitu Zaara - Yazuuru - Ziyarotan (زار - يزور - زيرة) yang artinya berkehendak mendatangi atau berkunjung ke suatu tempat.

Berdasarkan pengertian tersebut dapat kita ambil kesimpulan bahwa ziarah kubur adalah mengunjungi kuburan dari saudara, kawan, kerabat atau siapapun. Pada umumnya ketika umat muslim mengunjungi kuburan biasanya akan mengirimkan doa, mengenangnya dan menjadikan nasihat bagi diri sendiri bahwa dirinya pasti akan merasakan apa yang dirasakan oleh orang-orang yang telah mendahului dirinya.

Dalil Ziarah Kubur
Nabi Muhammad Saw bersabda

 نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ اْلقُبُوْرِ فَزُوْرُوْهَا 

"Dahulu aku telah melarang kalian berziarah ke kubur. Namun sekarang, berziarahlah kalian ke sana" . (H.R. Muslim)

 اِسْتَأْذَنْتُ رَبِّيْ أَنْ أَسْتَغْفِر لأُمِّيْ ، فَلَمْ يَأذَنْ لِيْ ، وَاسْتأذَنْتُهُ أنْ أَزُوْرَ قَبْرَهَا فَأذِنَ لِيْ

Aku meminta ijin kepada Allah untuk memintakan ampunan bagi ibuku, tetapi Allah tidak mengijinkan. Kemudian aku meminta ijin kepada Allah untuk berziarah ke makam ibuku, lalu Allah mengijinkanku. (H.R. Muslim)

زَارَ النَّبِيُّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  قَبْرَ اُمِّهِ, فَبَكَي وَاَبْكَى مَنْ حَوْلَهُ

Nabi Saw ziarah ke makam ibunya kemudian menangis lalu menangislah orang-orang sekitarnya. (HR. Muslim dan al-Hakim)

Hukum Ziarah Kubur
Jika berbicara mengenai hukum mengenai ziara kubur, maka hukumnya terbagi dua, yaitu :

Pertama, hukum ziarah kubur bagi laki-laki
Menurut jumhur ulama ziarah kubur bagi laki-laki hukumnya sunnah dan disyariatkan di dalam Islam, karena mengingat kematian itu diperintahkan di dalam agama. (1) 
Sedangkan menurut Mazhab Daud Zhohiri yaitu pendapat Ibnu Hazmin mengatakan ziarah kubur itu wajib.(2)
Kedua, hukum ziarah kubur bagi perempuan terbagi atas tiga
- Ziarah Kubur bagi perempuan itu sunnah, karena mengingat akan kematian itu diperintahkan bukan hanya bagi laki-laki, akan tetapi juga bagi perempuan. Dengan ketentuan apabila perempuan berziarah kubur hendaklah dirinya mampu mengontrol emosinya sehingga tidak sampai meratap ketika sampai kuburan orang yang telah meninggalkan dirinya. Pendapat ini merupakan pendapat yang mu'tamad. 

- Berziarah bagi perempuan hukumnya haram apabila perempuan yang berziarah tersebut tidak mampu mengontrol emosinya sehingga kembali meratapi seseorang yang telah terlebih dahulu meninggalkan dirinya. 

- Berziarah kubur bagi perempuan makruh karena dikhawatirkan tidak mampu mengendalikan dirinya ketika melihat kuburan orang yang terlebih dahulu meninggalkan dirinya. 

Waktu yang baik berziarah kubur
Pada umumnya berziarah kubur itu tidak terikat oleh waktu, bisa kapan saja. Namun jika ditanya mengenai waktu yang paling utama ketika hendak berziarah kubur ialah :
Pertama, berziarah kubur pada hari Jum'at, karena hari Jum'at merupakan sayyidul ayyam (hari yang mulia), penghulu daripada hari dan hari Jum'at juga merupakan hari mustajabnya doa. 
Kedua, berziarah kubur setelah ashar, karena salah satu waktu diijabahnya doa ialah setelah ashar. 

Berdasarkan dua waktu di atas, disimpulkanlah bahwa waktu yang palinh baik itu berziarah kubur ialah ketika hari Jum'at setelah waktu ashar. 

Adab-adab Ziarah Kubur
Adab dalam berziarah kubur di bagi akan dua perkara, yaitu :
Pertama, adab sebelum memasuki daerah pemakaman (magbaroh). Adapun adab sebelum masuk ke daerah pemakaman adalah :
1. Memberi salam
Hendaknya sebelum memasuki daerah pemakaman, peziarah atau orang yang melintasi daerah pemakaman mengucapkan salam, karena sesungguhnya mereka mendengar dan menjawab salam dari manusia. Adapun bunyi salamnya ialah
السلام عليكم يا اهل القبور من المؤمنين والمسلمات وانا ان شاءالله بكم لاحكون
2. Apabila menggunakan sandal, maka tidak perlu melepaskan sandalnya kecuali sandalnya bernajis dan sandalnya merupakan sandal yang mahal. 

Kedua, adab bagi peziarah setelah memasuki daerah pemakaman adalah :
1. Jangan duduk di atas kubur, sebagaimana sabda Rasulullah Saw 
"Sungguh duduk di atas bara api sampai tubuh terbakar dan kulit terkelupas itu lebih baik kamj daripada duduk di atas kubur" 

2. Menghadap kubur dan mendekati kubur ketika membaca kalimat-kalimat thoyyibah

3. Mengucapkan salam kembali setelah selesai berziarah dan hendak meninggalkan daerah pemakaman. 

Hal-hal yang dilakukan ketika berziarah kubur
Adapun hal-hal yang hendaklah dilakukan oleh peziarah kubur ialah :
1. Membaca AlQur'an, baik seluruhnya atau sebagian dari ayat-ayat AlQur'an, jika tidak mampu minimal membaca surat Al-Fatihah. 
2. Berdzikir
3. Mendoakan si mayyit. 

Hukum mengenai perkara-perkara yang sering dilakukan oleh peziarah kubur
1. Menabur bunga
Menabur bunga di kuburan ketika berziarah kubur hukumnya adalah sunnah, yaitu dengan mengqiyaskan atas apa yang dilakukan Rasulullah Saw atas dua penghuni kubur yang sedang disiksa, kemudian Rasulullah menancapkan dua pelepah kurma yang masih segar dan mengatakan selama pelepah kurma tersebut masih segar maka pelepah kurma tersebut akan senantiasa berdzikir kepada Allah sehingga dapat meringankan penghuni kubur yang sedang disiksa. (3)

2. Menyiram kubur dengan air
Jika menyiram kubur dengan air biasa maka hukumnya sunnah, akan tetapi jika menggunakan air mawar maka hukumnya makruh (4), karena mubazzir. 
Adapun tujuan menyiram kubur dengan air ialah berharap agar kuburan dan penghuninya merasa dingin.(5)

3. Haram mencabut rumput 
Apabila terdapat rumput di sekitar kuburan, maka haram hukumnya bila dicabut (6). Adapun jika rumputnya sudah terlalu tinggi cukup dirapikan saja, jangan sampai dicabut keseluruhannya. 

4. Mencium nisan hukumnya makruh, kecuali nisan orang-orang yang sholeh dengan tujuan mengambil keberkahannya.(7)

5. Wanita haid boleh berziarah ke kubur karena memang ibadah ziarah kubur tidak terikat syarat, waktu dan rukuj tertentu. Namun dengan ketentuan tidak boleh membaca AlQur'an dan ayat-ayat AlQur'an, cukuplah berdoa saja. 

Catatan Perut 
(1)Pendapat dari Imam Ibnu Hajar Al-Asqolani di dalam Kitab Fathul Bari, Syeikh Al-Mubarok Fury di dalam Kitab Tuhfatul Ahwaji dan Imam An-Nawawi di dalam Kitab Syarah Al Muhadzdzab. 
(2) Fathul Bari
(3) Tuhfatul Muhtaj Bissyahril Minhaj karya Imam Ibnu Hajar Al-Haitami 
(4)Syarah Al-Bahjah
(5) Nihayatuz Zain 
(6) Hasyiyah I'anatut tholibin 
(7) Hawasy Asy-Syarwani dan Mafahim Yajibu An Tushoha

Keistimewaan Bulan Sya'ban


Keistimewaan Bulan Sya'ban

Alhamdulillah, hari ini kita telah berada di bulan yang berada antara bulan Rajab dan bulan Ramadhan, yaitu bulan Sya'ban. Itu artinya tidak lama lagi umat muslim di dunia akan bertemu dengan bulan yang penuh ampunan dan keberkahan yaitu bulan Ramadhan. Namun untuk bisa sampai kepada bulan Ramadhan maka umat Islam harus terlebih dahulu melalui bulan Sya'ban.

Jama'ah Sholat Jum'at yang dirahmati oleh Allah Swt

Nama dari Bulan Sya'ban itu berasal dari Bahasa Arab yaitu "Tasya'ub" yang artinya cabang. Dikatakan cabang karena memang di bulan Sya'ban banyak cabang-cabang amal ibadah yang dapat dilakukan oleh Umat Muslim untuk mengambil keutamaan dari Bulan Sya'ban. Nabi Muhammad mengatakan, "Keutamaan bulan Sya'ban dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya ibarat keutamaan diriku dibandingkan dengan nabi-nabi yang lain".
Nabi Muhammad Saw mengatakan hal seperti ini tentu karena memang di dalam Bulan Sya'ban itu terdapat keutamaan yang harus kita raih dan jangan biarkan bulan Sya'ban itu berlalu begitu saja.

Jama'ah Sholat Jum'at yang dirahmati oleh Allah Swt

Namun sayangnya, kehadiran Bulan Sya'ban ditengah-tengah umat muslim sering dilupakan, sebagaimana yang dikatakan sabda Rasulullah Saw
شعبان بين رجب و شهر رمضان، يغفل الناس عنه
"Bulan Sya'ban antara Bulan Rajab dan Bulan Ramadhan, banyak manusia yang melupakannya"

Jama'ah Sholat Jum'at yang dirahmati oleh Allah Swt

Bulan Rajab itu diingat umat muslim karena di dalamnya ada peristiwa besar yaitu peristiwa Isra' Mi'raj Rasulullah Saw, begitu juga bulan Ramadhan selalu dinanti-nanti karena siapa yang sampai ke dalam bulan Ramadhan dapat merengkuh ampunan dan keberkahan yang ditawarkan di dalam bulan tersebut. Lalu mengapa Sya'ban banyak yang melupakan? Karena kebanyakan manusia beranggapan bahwa tidak ada keistimewaan yang terdapat di dalam Bulan Sya'ban. Manusia yang beranggapan seperti itu, maka dia salah besar, karena sesungguhnya di dalam Bulan Sya'ban itu terdapat keistimewaan-keistimewaan yang tidak diketahui oleh manusia. Adapun keistimewaan yang terdapat di dalam Bulan Sya'ban diantaranya ialah:

Pertama, turunnya perintah bersholawat

Allah Swt berfirman di dalam Surat Al-Ahzab ayat 56

ان الله وملائكته يصلون على النبي يا أيها الذين آمنوا صلوا عليه وسلموا تسليما

"Sesungguhnya Allah dan para Malaikat bersholawat kepada nabi, hai orang-orang yang beriman bersholawatlah kamu kepada nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya".

Jama'ah Sholat Jum'at yang dirahmati oleh Allah Swt

Para ulama mengatakan bahwa ayat ini turun pada bulan Sya'ban. Di dalam ayat tersebut dikatakan bahwa Allah dan para Malaikat saja bersholawat kepada Nabi Muhammad Saw, maka sudah seharusnya juga orang-orang yang beriman untuk senantiasa untuk bersholawat kepada Nabi Muhammad Saw. Bersholawat kepada Nabi Muhammad Saw pada hakikatnya akan mendatangkan kebaikan dan keuntungan bagi, terutama di akhirat kelak, yaitu bisa menjadi salah satu sebab memperoleh syafa'at dari Nabi Muhammad Saw.

Dengan turunnya ayat ini pada bulan Sya'ban, itu berarti mengindikasikan kepada kita bahwa sangatlah dianjurkan bagi kita untuk lebih memperbanyak bersholawat kepada Nabi Muhammad Saw.

Kedua, perintah puasa turun pada Bulan Sya'ban. 

Imam Nawawi di dalam Kitab Syarah Al Muhadzdzab mengatakan bahwa Nabi Muhammad Saw menjalankan ibadah puasa Ramadhan itu sebanyak sembilan kali selama hidup beliau dan di mulai pada tahun kedua hijriah, setelah perintah puasa itu turun pada bulan Sya'ban. 

Karena perintah puasa pada bulan Ramadhan itu turun pada bulan Sya'ban, maka ini menunjukkan keistimewaan Bulan Sya'ban dan seharusnya menjadi ajang bagi umat Islam untuk melatih diri dan menjalankan kebiasaan yang ada di bulan Ramadhan untuk dikerjakan di Bulan Sya'ban terutama ibadah puasa sehingga ketika bulan Ramadhan kita sudah tidak kewalahan dan maksimal menjalankan segala rutinitas ibadah yang terdapat di bulan Ramadhan. 

Ketiga, pada bulan Sya'ban beralihnya Kiblat Umat Islam dari Masjidil Aqsho ke Ka'bah di Masjidil Haram

Peristiwa beralihnya kiblat Umat Muslim dari Masjidil Aqsho ke Ka'bah yang berada Masjidil Haram telah difirmankan Allah di dalam Surat Al-Baqoroh ayat 144

قَدْ نَرٰى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِى السَّمَآءِ ۚ فَلَـنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضٰٮهَا ۖ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَـرَا مِ

"Kami melihat wajahmu (Muhammad) sering menengadah ke langit, maka akan Kami palingkan engkau ke kiblat yang engkau senangi. Maka hadapkanlah wajahmu ke arah Masjidilharam". 

Di dalam Kitab Al-Jami' li Ahkamil Qur'an karya Imam Qurtubi dengan mengutip pendapat Abu Hatim Al Basti mengatakan bahwa Allah memerintahkan Nabi Muhammad Saw mengalihkan kiblatnya dari Masjidil Aqsho ke Ka'bah di Masjidil Haram itu terjadi pada malam Selasa di Bulan Sya'ban  Nisyfu Sya'ban tepatnya pada malam Nisyfu Sya'ban. 

Jama'ah Sholat Jum'at yang dirahmati oleh Allah Swt 

Itulah ketiga keistimewaan yang terdapat di dalam Bulan Sya'ban yang perlu kita ketahui, sehingga ketika bulan ini datang kita bisa cukup antusias untuk mengambil keistimewaan yang terdapat di dalamnya yaitu dengan meningkatkan amal ibadah kita, terutama kegiatan ibadah yang dapat menunjang kesuksesan kita dalam meraih keutamaan yang terdapat di bulan setelah bulan Sya'ban yaitu bulan Ramadhan. 

بارك الله لي ولكم في القران العظيم ونفعني واياكم بما فيه من لايت والذكر الحكيم وتقبل مني ومنكم تلاوته انه هوا الغفور الرحيم

Tingkatan Keimanan


Keimanan itu terdiri atas lima tingkatan, yaitu :

Pertama, Iman Taqlid yaitu yakin akan ucapan orang lain tanpa mengetahui akan dalil dari ucapan itu. Mereka hanya mengikut karena yakin atas apa yang telah disampaikan tanpa mengetahui dalilnya. Keimanan yang seperti ini dihukumi sah keimanannya, namun ia berdosa karena tidak mencari tahu akan dalilnya padahal ia mampu.

Kedua, iman 'ilmi yaitu orang yang mengetahui mengenai akidah-akidah beserta dengan dalil-dalilnya melalui pengetahuan dengan proses belajar atau menuntut ilmu. 

Keimanan untuk tingkatan pertama dan kedua merupakan tingkatan keimanan yang dihukumi sah, namun masih terhalang jauh dari dzat Allah, karena keimanan tingkatan pertama dan kedua masih belum stabil, masih hanya sekedar mengikut dan sebatas teori, belum sampai kepada hal yang mampu untuk merenungi dengan hatinya atas kekuasaan dan  kebesaran Allah Swt. Jiwa orang-orang yang berada pada keimanan tingkatan pertama dan kedua belum kuat, sehingga masih belum sanggup untuk melawan godaan syaitan dan hawa nafsunya serta masih mampu mengerjakan akan hal yang dilarang oleh Allah dalam keadaan yang sadar. 

Ketiga, iman 'iyaan atau' ainul yaqin yaitu orang yang telah mengenal Allah setelah merenungi pengetahuan yang telah diperoleh mengenai Allah dengan hatinya. Dia menyadari adanya Allah tidak lagi berdasarkan fikirannya, akan tetapi dia sadar Allah itu ada berdasarkan segala ciptaan Allah yang ada di alam semesta ini. Karena keimana ini juga maka ia selalu yakin dirinya diawasi oleh Allah, karena hatinya telah yakin Allah itu ada berdasarkan pengetahuan yang telah ia renungkan dihatinya. 

Keempat, iman haq atau haqqul yaqin yaitu orang yang telah mengenal Allah melalui mata hatinya. Apabila keimanan ini telah hadir dalam diri seseorang, maka apapun yang dia lihat maka dia akan merasa Allah itu ada. Dia hanya tahu bahwa Allah segala-galanya, kebahagiaan dan kesedihan di dunia tidak akan mempengaruhi dirinya, karena baginya yang penting hanyalah Allah dan kehidupan yang akan datang yaitu akhirat.

Kelima, iman hakikat yaitu puncak dari keimanan. Keimanan hakikat merupakan keimanan yang melibatkan seluruh jiwa dan raganya hanya karena Allah semata.

Tingkatan keimanan yang wajib dicapai oleh seseorang adalah keimanan tingkatan taqlid dan 'ilmi, sedangkan untuk tingkatan iman 'iyan, haq dan hakikat merupakan tingkatan keimanan yang dikhususkan Allah kepada para hamba-Nya yang dikehendaki-Nya.
 
والله اعلم بالصواب
 
Rujukan :
Kitab Mirqatus Su'ud, Karangan Syaikh An-Nawawi Al-Banteni, hal 16-17. 

28 Rajab 1442 H / 12 Maret 2021 M

Semut Tanjungbalai dan Semut Jakarta



Perjalanan Isra' dan Mi'raj itu memang benar-benar sebuah peristiwa yang menyalahi kebiasaan dan peristiwa menunjukkan atas kekuasaan Allah, karena siapa pun tidak ada yang mampu menciptakan peristiwa ini kecuali hanya Allah Swt.

Perjalanan Isra' dan Mi'raj ini apabila dilogikakan maka seperti seekor semut yang tinggal di Tanjungbalai, kemudiaan seekor semut itu berjalan ke baju seseorang yang hendak pergi ke Kota Jakarta dengan menggunakan pesawat.

Semut yang berada di kantong baju seseorang tadi ikut melakukan perjalanan dari Kota Tanjungbalai menuju Bandara, kemudian dari Bandara menuju ke Kota Jakarta dengan menggunakan pesawat.

Setelah 45 menit mendaratlah pesawat di Bandara Kota Jakarta, kemudian semut pun keluar dari kantong baju seseorang tadi dan bertemu dengan semut-semut Jakarta, lalu mereka bercerita

Semut Jkt : Kamu bukan semut asli Jakarta kan?
Semut Tanbe : Iya, aku bukan semut Jakarta, aku semut Tanjungbalai.
Tadi aku diperjalankan seseorang dari Tanjungbalai pukul 10.00 dan tiba di Jakarta pukul 10.45.
Semut Jkt : Tanjungbalai - Jakarta itu jauh, mustahil kamu bisa menempuh waktu sesingkat itu, dasar kamu semut pendusta dan mungkin kamu juga sudah gila.

Semut Jakarta tetap tidak percaya atas cerita semut Tanjungbalai, karena semut Jakarta adalah orang udik yang tidak kenal pesawat, dia beranggapan semut itu berjalan, padahal nyatanya diperjalankan oleh seseorang dengan menggunakan pesawat terbang.

Begitulah kira-kira situasi ketika Rasulullah Saw melakukan Isra' dan Mi'raj, orang-orang kafir Quraisy dan orang-orang mukmin yang lemah imannya mendustakan peristiwa tersebut tanpa menyadari bahwa Nabi Muhammad Saw bukanlah berjalan sendiri, akan tetapi diperjalankan oleh Allah Swt.

Manusia yang hanya ciptaan Allah saja bisa menempuh perjalanan yang jauh menjadi singkat, apalagi Allah yang Maha Kuasa, kalau Allah sudah berkehendak, yang tidak mungkin bisa jadi mungkin.

والله اعلم بالصواب