I'tikaf

              بسم الله الرحمن الرحيم

Pengertian I'tikaf

I'tikaf berasal dari kata عكف yang bermakna memenjarakan. Sedangkan menurut syari'at i'tikaf diam tertentu yang dilakukan orang tertentu di tempat tertentu dengan niat tertentu.

Nabi Muhammad sungguh sangat menganjurkan untuk melakukan i'tikaf pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw
اذا دخل العشر الاخير شد مئزره واحيا ليله و ايقظ اهله
"Apabila masuk sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan maka mengencangkan kainnya dan menghidupkan malamnya dan membangunkan keluarganya (HR. Bukhori dan Muslim)

Lalu pertanyaannya mengapa sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan kita sangat dianjurkan untuk melakukan i'tikaf?

Pertama, Potensi untuk meraih Lailatul Qodar
Sepuluh hari terakhir merupakan waktu turunnya Lailatul Qodar, tepatnya pada malam-malam ganjil di sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan, hal ini telah diinformasikan oleh Rasulullah Saw melalui sabdanya:
تحرو ليلة القدر في الوتر، من العشر الاواخر من رمضان
"Carilah malam Lailatul Qodar pada malam yang ganjil dari sepuluh malam yang akhir dari Ramadhan" (HR. Bukhori dan Muslim).

Karena waktunya dirahasiakan, maka kita tidak bisa berspekluasi dengan memilih malam yang ganjil untuk beribadah semaksimal mungkin. Lebih baik menghabiskan waktu di sepuluh hari terakhir dengan ibadah yang maksimal daripada harus kehilangan malam Lailatul Qodar yang mana lebih baik daripada beribadah selama seribu bulan.

Kedua, malam yang diberkati
Di dalam Surat Adh-Dukhon ayat 3 Allah berfirman
انا انرلنه في ليلة مباركة
"Sesungguhnya kami menurunkan (AlQur'an) pada malam yang diberkahi".

Tentu kita tidak mau kehilangan kesempatan beribadah di malam yang diberkahi, jika malamnya saja sudah menjadi malam yang berkah, maka jika malam itu diisi dengan beribadah maka tentu akan mendatangkan keberkahan dan bisa jadi hal ini tidak akan terulang di tahun yang akan datang.

Ketiga, Malam Nuzulul Qur'an
Diantara sepuluh hari terakhir itu adalah malam diturunkannya AlQur'an secara keseluruhan dari Lauhil Mahfuzh ke langit dunia. Untuk mengambil keutamaan malam tersebut, maka sudah seharusnya meningkatkan intensitas ibadah kita, terutama membaca, memahami dan mengamalkan kandungan yang terdapat di dalam AlQur'an.

Demikianlah tulisan singkat ini, semoga di hari-hari terakhir ini kita tidak menyia-nyiakan nikmat kesempatan yang telah diberikan oleh Allah swt.

Fakta-fakta Seputar AlQur'an


Fakta-fakta Seputar AlQur'an

Nabi Muhammad Saw bersabda

انز القرآن جملة وحدة الى السماء الدنيا ليلة القدر ثم انزل بعد ذلك في عشرين سنة

"AlQur'an diturunkan sekaligus ke langit dunia pada malam lailatul qodar kemudian diturunkan setelah itu selama dua puluh tahunan" (HR. Ibnu Abbas)

Berdasarkan hadits di atas dapatlah diketahui bahwa AlQur'an itu diturunkan dalam dua periode.

PERIODE PERTAMA
👉 Waktu
- Pada periode pertama ini AlQur'an diturunkan pada Bulan Ramadhan, namun tidak diketahui tanggal dan tahun berapa diturunkannya AlQur'an, hanya Allah yang mengetahuinya.
- Turunnya tepat pada malam lailatul qodar.
- Turunnya tidak masa pada Rasulullah, akan tetapi AlQur'an telah turun dari Lauhil Mahfuzh ke langit dunia jauh sebelum masa Rasulullah.

👉 Turun Dari
AlQur'an turun secara keseluruhan dari Lauhil Mahfuzh ke langit dunia yaitu pada Bulan Ramadhan tepatnya pada malam Lailatul Qodar. Hal ini dijelaskan di dalam firman Allah Surat Al-Baqoroh ayat 185
شهر رمضان الذي انزل فيه القران
"Bulan Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya AlQur'an"

Kemudian di dalam Surat Ad-Dukhan ayat 3
انا انزلناه في ليلة مبركة
"Sesungguhnya kami turunkan AlQur'an pada malam yang diberkahi"

Kemudian di dalam Surat Al-Qodr ayat 1
انا انزلناه في ليلة القدر
"Sesungguhnya kami menurunkan AlQur'an pada malam lailatul qodar"

PERIODE KEDUA

👉Turun dari
- Pada periode kedua ini AlQur'an diturunkan dari langit dunia ke permukaan bumi secara berangsur-angsur.

👉 Lamanya
- AlQur'an diturunkan selama kurang lebih 23 tahun. Surat yang pertama turun adalah Surat Al-Alaq dari ayat 1-5 tepatnya pada tanggal 17 Ramadhan 610 Masehi yang lalu di saat usia Nabi Muhammad 40 Tahun.
Berdasarkan keterangan ini, maka memperingati Nuzulul Qur'an pada tanggal 17 Ramadhan sudahlah tepat, jika dilihat proses turunnya AlQur'an dari langit dunia ke permukaan bumi.

👉 Berakhirnya
- Ketika Nabi Muhammad pada tanggal 12 Rabiul Awwal tahun kesebelas Hijrahnya ke Madinah, maka seluruh rangkaian AlQur'an telah selesai diturunkan, yaitu dengan jumlah ayat 6.236 ayat 30 Juz dan 114 Surat. Adapun menurut beberapa pendapat mengatakan ayat terakhir yang diturunkan adalah Surat Al-Maidah ayat 3
اَلْيَوْمَ يَئِسَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ دِيْـنِكُمْ فَلَا تَخْشَوْهُمْ وَا خْشَوْنِ ۗ اَ لْيَوْمَ اَكْمَلْتُ لَـكُمْ دِيْنَكُمْ وَاَ تْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَـكُمُ الْاِ سْلَا مَ دِيْنًا ۗ
"Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu."

Walaupun menurut Dr. Manna Al-Qaththan dalam Mabahits Fii Ulumil Qur'an masih ada ayat-ayat lain yang turun setelah Surat Al-Maidah ayat 3 tersebut.

Sumber : Sejarah Al-Quran, Karangan Ahmad Sarwat

Allah Menghendaki Kemudahan Bukan Kesukaran


                     بسم الله الرحمن الرحيم

Di dalam Surat Al-Baqoroh disebagian ayat 185 Allah Swt berfirman
يريد الله بكم اليسر ولا يريد بكم الاسر
"Allah menghendaki kemudahan bagimu dan Allah tidak menghendaki kesukaran bagimu"

Berdasarkan ayat yang terdapat di atas menjelaskan kepada kita bahwa pada hakikatnya Allah hanya selalu memberikan kemudahan dari setiap amal yang kita kerjakan, Allah tidak pernah mempersulitnya.

Sholat memang ibadah yang harus dikerjakan oleh setiap muslim dalam kondisi apa pun, tapi bukan berarti Allah mempersulit kita jika dalam keadaan sakit. Allah memberikan rukhshoh (keringanan), yaitu bagi yang tidak kuasa berdiri maka bisa duduk, tidak bisa duduk maka bisa berbaring, tidak bisa berbaring maka cukup dengan menggerakkan anggota badan yang bisa digerakkan, tidak bisa juga maka cukup dengan isyarat.

Begitu jugalah dengan puasa, bagi yang sakit boleh tidak berpuasa, jika ada harapan sembuh maka boleh di qodho di hari yang lain, jika sakitnya berkepanjangan boleh tidak puasa kemudian dia boleh membayat fidyah, begitu juga dengan ibu hamil dan menyusui, jika khawatir akan dirinya dan bayinya maka bisa tidak puasa, lalu di qodho pada hari yang lain, jika khawatir akan bayinya maka dia bisa membayar fidyah. Bagi yang musafir, boleh pilih, jika sanggup lanjutkan puasa, jika tidak silahkan tidak berpuasa dan di qodho di hari yang lain, tidak terkecuali yang haidh dan nifas, maka dia tidak boleh berpuasa dan di qodho pada hari lain.

Pada amal ibadah-ibadah yang lain juga ada kemudahan-kemudahan yang diberikan oleh Allah, namun sayangnya tidak sedikit diantara kita yang diberikan Allah nikmat sehat, jasmani dan rohani namun tidak sanggup berpuasa pada bulan Ramadhan. Padahal di dalam hadits dikatakan

من صام رمضان ايمانا وحتسابا غفر له ما تقدم من ذنبه

"Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan atas dasar iman dan hanya mengharapkan ridho dari Allah Swt maka diampuni segala dosanya yang telah lalu" {HR. Bukhori dan Muslim}

Dalam hadits yang lain dikatakan

ورمضان الى رمضان مكفرات ما بينهن اذا اجتنب الكبائر
"Dan dari Ramadhan hingga ke Ramadhan adalah penghapus dosa diantara mereka selama menjauhi dosa besar" {HR. Muslim}

Hadits di atas menerangkan kepada kita, bahwasanya berpuasa itu dapat menjadi sebab terhapusnya dosa-dosa yang telah kita lakukan di dunia ini, namun sayangnya tidak sedikit diantara kita yang menyepelekan ibadah yang hanya bisa ditemui setahun dalam sekali.

والله اعلم بالصواب 

Jaga Pahala Puasamu


بسم الله الرحمن الرحيم 

Di dalam Kitab Irsyadul diceritakan bahwasanya di masa Rasulullah Saw ada dua orang wanita yang sedang berpuasa, lalu pada sore hari kedua wanita ini sungguh merasa berat untuk melanjutkan ibadah puasanya, lalu mereka mengutus seseorang untuk menjumpai Rasulullah Saw, apakah mereka diperbolehkan untuk membatalkan puasanya, maka Rasulullah memberikan dua gelas kepada orang yang mereka utus dan menyuruh kepada kedua wanita tersebut untuk memuntahkan apa yang mereka makan di dalam gelas tersebut. Maka keduanya pun muntah di dalam gelas tersebut, maka kedua wanita tersebut memuntahkan darah dan daging hingga gelas itu pun penuh, maka orang-orang merasa heran kenapa bisa terjadi seperti itu, kemudian Rasulullah Saw pun bersabda
"Keduanya puasa di hari yang dihalalkan Allah, dan mereka makan dari apa yang diharamkan Allah, sebab yang satu pergi pada yang lain untuk duduk bersama lalu menghibah orang lain, maka itulaj bukti bahwasanya mereka memakan daging saudaranya sendiri"

Melalui kisah di atas, maka dapatlah kita ambil beberapa pelajaran
Pertama, ketika kita menjalankan ibadah puasa maka janganlah hanya kuat menahan diri dari haus dan lapar, tetapi kita juga harus mampu menahan diri dari dari hal-hal yang merusak pahala puasa yang kita kerjakan, yaitu dengan tidak berkata kotor, tidak memfitnah orang, tidak menghibah dan mengeluarkan kata-kata keji. Ingat sabda Rasulullah Saw

رب صائم ليس له من صيامه الا الجوع
"Berapa banyak orang yang berpuasa tidak mendapatkan dari puasanya kecuali hanya rasa lapar" (HR. Ahmad). 

Kedua, janganlah kita menghibah Orang lain walaupun itu benar, karena sesungguhnya orang yang menghibah orang lain itu sama dengan memakan daging saudaranya sendiri. Apalagi di bulan suci Ramadhan, sudah seharusnya kita melatih diri untuk menjadi orang yang menuju kepada ketaqwaan. 

Tingkatan dalam Puasa

Imam Abu Hamid Al-Ghazali penyusun kitab Ihya Ulumuddin membagi puasa ke dalam tingkatan

Pertama, puasanya umum (puasanya orang awam).
Puasanya orang awam biasanya hanya sebatas menahan dirinya dari hal-hal yang membatalkan puasa saja, namun belum mampu menahan dirinya dari hal-hal yang mengurangi pahala puasanya. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw
ليس الصيام من الطعام والشراب انما الصيام من اللغو والرفث
"Puasa bukan hanya sekedar menahan dari makan dan minum, tetapi puasa itu juga menahan diri dari laghwu (bicara yang tidak mendatangkan manfaat) dan perkataan yang keji" (HR. Muslim)

Maka bagi mereka yang puasanya hanya menahan haus dan lapar saja tanpa menjaga dari hal yang Membatalkan pahala puasanya, sesungguhnya dia hanya mendapatkan hausnya saja, sebagaimaba Sabda Rasulullah Saw
رب صائم ليس له من صيامه الا الظمأ
"Adakalanya orang yang puasa itu tidak mendapatkan pahala kecuali hanya haus" (HR. An-Nasa'i)

Kedua, puasa khusus (Khawash)
Tingkatan kedua orang yang berpuasa ialah selain menahan dirinya untuk tidak makan dan minum, dia juga menahan dirinya dari hal-hal yang bisa membatalkan pahala puasanya. Puasa pada tingkatan kedua ini, akan senantiasa menjaga dirinya untuk tidak bermaksiat kepada Allah, tidak menggunjing, tidak memfitnah, tidak menghibah, tidak melihat, mendengar walaupun hukumnya boleh tetapi apa yang di dengar dan dilihat tidak mendatangkan manfaat. Karena siapa saja yang berpuasa hanya sekedar menahan haus dan lapar, tapi tidak meraih kebaikan dari puasanya, maka tergolonglah orang yang merugi.

Ketiga, puasa khusus dari yang khusus (khawasul khawas)
Tingkatan puasa yang terakhir yaitu tingkatan ketiga ialah orang yang berpuasa selain menahan diri dari makan dan minum, menahan diri hal-hal yang membatalkan pahala puasa, dia juga menahan hatinya kecuali hanya untuk Allah Swt.
Hatinya tidak pernah beralih dari Allah, hatinya selalu mengingat Allah, selalu terpaut kepada Allah, yaitu dengan memperbanyak dzikir kepada Allah Swt.

Itulah tiga tingkatan orang dalam menjalankan ibadah puasa, jika kita belum mampu berada ditingkatan terakhit, minimal kita bisa berada pada tingkatan yang tengah yaitu mampu untuk menahan diri untuk tidak makan dan minum serta tidak merusak pahala dari puasa yang kita jalani.

والله اعلم بالصواب

Sumber
Taqrirotus sadidah hal. 390-391
Irsyadul Ibad hal. 320

Ibadah Puasa Salah Satu Bentuk Meng-Esa-kan Allah


Jika dilihat dari sudut pandang tauhid ibadah itu adalah
العبادة التوحيد
"ibadah itu ialah tauhid (meng-Esa-kan Allah tuhan semesta alam") 

Berdasarkan sudut pandang tauhid, karena puasa adalah salah satu dari sekian banyak bentuk ibadah maka dapatkan jugalah dikatakan berpuasa adalah salah satu bentuk meng-Esa-kan Allah swt.

Dengan beribadah kepada Allah melalui puasa maka pada hakikatnya dia telah menunjukkan rasa cintanya, ketundukannya dan ketakutannya kepada Allah melalui keimanann yang ada di dalam jiwanya. Itulah mengapa Allah mengapa Allah mengawali perintah puasa itu dengan seruan hanya kepada orang-orang yang beriman, karena hanya orang-orang yang berimanlah yang bisa menghadirkan rasa cinta, tunduk dan takut kepada Allah di dalam jiwanya.

Sebagai seorang muslim haruslah menyadari bahwasanya beribadah kepada Allah merupakan hak Allah dan kewajiban yang harus dipatuhi setiap yang mukallaf. Kareba tujuan hidup manusia hanyalah satu yang beribadah kepada Allah, sebagaimana firman Allah swt di dalam Surat Adz-Dzariyat ayat 56

ان خلقت الجن ولانس الا ليعبدون

"Tidak Ku ciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk beribadah kepadaKu"

Maka dari itu, menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan ini merupakan haknya Allah yang harus dipatuhi bagi setiap muslim.

Perlu juga di garis bawahi, tidaklah semua ibadah yang kita kerjakan itu akan di terima oleh Allah swt, adapun ibadah yang di terima haruslah sesuai syarat dan ketentuan yang telah ditetapkan. Namun, inti dari setiap ibadah yang kita jalan agar di terima oleh Allah itu ada dua
Pertama, ibadah dilakukan atas dasar keikhlasan.
Kedua, ibadah dilakukan secara sah (sesuai dengan tuntunan syara').

Begitu jugalah ibadah puasa yang kita kerjakan selama sebulan penuh, harus didasari dengan keikhlasan dan memenuhi syarat dan rukun yang telah ditetapkan.

والله أعلم بالصواب

Sumber : Buku Kuliah Ibadah Karya Prof. Dr. Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, hal 2-8